IdentikNews

Dipimpin Wawali, PT. Shanatova dan Pemilik Lahan Capai Kesepakatan

Terkait harga jual beli tanah.

TIDORE – Masyarakat Desa Akesai, Kecamatan Oba Tengah dan perusahaan tambang PT. Shanatova akhirnya mencapai kesepakatan tentang harga jual beli tanah yang rencananya dibangun menjadi akses transportasi mobilisasi menuju ke kawasan eksplorasi tambang.

Sebelumnya, kedua pihak, baik pemilik lahan dan pihak perusahaan sulit mencapai kesepakatan tentang harga lahan. Kedua pihak itu telah mengadakan 4 kali pertemuan. Namun tidak juga mencapai kesepakatan.

Masalah warga dan PT. Shanatova itu kemudian mengundang kehadiran Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut. Pada pertemuan ke-5, Wawali mendengarkan langsung keluhan warga. Dalam pertemuan yang digelar di kantor Desa Akesai pada Sabtu (20/8) itu, beberapa pemilik lahan mengatakan bahwa harga kontrak tanah itu harus sebesar Rp. 50 ribu per meter. Kontrak awal itu berlaku untuk 1 tahun. Sebagian warga juga mengaku bahwa beberapa dari mereka trauma dengan peristiwa masa lalu. Karena sebelum PT. Shanatova, telah hadir lebih dulu satu perusahaan kayu yang beroperasi di hutan desa Aksai. Kontrak telah disepakati namun sebagian pemilik lahan tidak mendapat bayaran dan sebagian mendapat pembayaran. Padahal lahan itu dikontrak selama 50 tahun. Namun, dihadapan Wakil Wali Kota, mantan kepala desa Akesai, Idrus mengaku bahwa seluruh lahan itu sudah dibayar.

“Waktu itu, pemilik lahan yang sudah dibayar termasuk tanaman diatas lahan itu. Ada beberapa yang tidak mau dibayar karena mereka ikhlas lahan mereka dipakai untuk kepentingan umum. Ada sebagian lagi walau tidak punya tanaman diatas lahan itu tetap mendapat bayaran,” tuturnya.

Dalam pertemuan itu, Wakil Wali Kota, Muhammad Sinen mengatakan, kehadirannya sebagai Wakil Wali Kota itu untuk mencari solusi terbaik baik warga pemilik lahan dan PT. Sanatova. Wawali juga meminta agar lahan yang akan difungsikan sebagai jalan itu baikan di jual belikan, tidak lagi di kontrakan. Dengan begitu, jika perusahaan tersebut tidak lagi beraktivitas di kawasan itu maka aset itu akan diambil alih oleh pemerintah dan menyerahkan kembali ke desa untuk dikelola. Usulan Wawali ini mendapat persetujuan warga pemilik lahan.

Wawali menjelaskan, jika perusahaan itu mulai beroperasi maka masyarakat lingkar tambang yang dipekerjakan. Kota Tidore, jika tidak membuka diri terhadap investasi maka jangan lagi bicara perubahan karena tidak ada lapangan kerja. Ujung-ujungnya, pemerintah daerah yang akan disalahkan karena dianggap tidak menciptakan lapangan kerja.

Bila perusahaan telah beroperasi maka pihaknya akan membuat aturan main bawa masyarakat lingkar tambang harus diberdayakan sesuai regulasi yang berlaku. Termasuk soal jaminan kesehatan dan ekonomi dan infrastruktur lainnya bagi masyarakat lingkar tambang.

“Saya tetap memihak kepada masyarakat, bukan ke perusahaan,” tegas Wawali.

Bahkan, Wawali menegaskan kepada pihak perusahaan bahwa ketika PT. Sanatova mulai beroperasi maka harus mempekerjakan juga warga lingkar tambang dan warga masyarakat di Kota Tidore Kepulauan.

“Jadi kalau 7 ribu orang maka 5 ribu itu warga lingkar tambang dan warga di daratan Oba. Sisanya itu bisa ambil dari luar tapi khusus orang Tidore Kepulauan saja,” pinta Wawali.

Sementara, ketua DPRD Tikep, Ahmad Ishak mengatakan, perusahaan harus memenuhi seluruh kewajibannya ketika perusahaan mulai beroperasi. Tentang lahan, Ahmad Ishak mengaku setuju dengan tawaran Wakil Wali Kota bahwa sistemnya jual beli, bukan lagi kontrak. Agar kedepan, jalan itu menjadi aset desa.

Sedangkan, Direktur Utama, PT. Shanatova Anugrah, Harriyono mengatakan, kehadiran perusahaan ini menjadi peluang besar bagi Kota Tidore Kepulauan terutama di kecamatan Oba Tengah dan menyerap tenaga kerja kurang lebih 7 ribu orang. Bahkan, warga lingkar tambang juga akan dipekerjakan Untuk itu, masyarakat dan perusahaan harus memiliki kesamaan pandangan terlebih dahulu agar adanya titik temu. Jika tidak maka Kota Tidore Kepulauan akan kalah dengan kabupaten kota lain di Malut.

“Seperti di Halut, perusahaan menyumbang untuk rumah ibadah, mengobati orang sakit termasuk memberikan beasiswa. Nah, itu juga akan terjadi di PT. Shanatova. Jadi kita harus bersatu untuk membangun Kota Tidore dan kecamatan Oba Tengah,” ungkap Harry.

Selain warga lingkar tambang dipekerjakan, perusahaan juga akan membeli hasil pertanian seperti sayur-sayuran, buah-buahan dan lainnya dari warga di Kota Tikep, terutama di Oba Tengah.

Harry menjelaskan, perusahaan PT. Shanatova bukan merupakan perusahaan asing, melainkan perusahaan Indonesia. Sisa waktu beroperasi PT. Shanatova tersisa 34 tahun lagi.

“Kami berniat akan meninggalkan nama baik di Oba Tengah seperti pepatah Tidore bahwa jangan meninggalkan air mata, tetapi meninggalkan mata air,” ucap Harry.

Harry juga meminta kepada masyarakat agar mendukung kebijakan pemerintah agar investor tidak melarikan diri karena merasa tidak nyaman. Jika masyarakat dan perusahaan bersatu maka akan dapat membantu pemerintah dalam memajukan daerah termasuk di kecamatan Oba Tengah. Jika kehadiran perusahaan ini diterima maka Tidore akan masuk dalam peta pertambangan. Bahkan, Tidore akan kembali bangkit dan jaya seperti beberapa ratus tahun lalu di masa Sultan Nuku.

“Jadi mari kita bersatu untuk tingkatkan kesejahteraan, membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan perekonomian. Semua akan berubah lebih maju,” tandasnya.

Dalam pertemuan itu, Harry menyampaikan, pihak perusahaan memutuskan membeli lahan untuk pembuatan jalan itu seharga Rp. 25 ribu per meter. Jika itu disepakati maka pada Senin depan akan langsung dilakukan pembayaran.

Di akhir pertemuan itu, Wakil Wali Kota meminta agar harga pembelian per meter itu ditambah Rp. 5 ribu agar totalnya menjadi Rp. 30 ribu per meter. Permintaan Wakil Wali Kota itu disanggupi pihak perusahaan dan mendapat respon positif dari warga pemilik lahan. (Juf).