IdentikNews

Iskandar Beri “Kuliah Umum” ke Kuasa Hukum Nurkholis

TIDORE – Penasehat hukum Wakil Wali Kota Tidore Kepulauan, Iskandar Joisangadji menanggapi pandangan kuasa hukum Nurkholis, Maharani.

Iskandar Joisangadji mengatakan, perbuatan pidana yang dirumuskan dalam Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers selanjutnya disingkat (UU/40/1999) harus dimaknai dalam pengertian yang konkrit. Pertanyaannya adalah Apakah Pasal 18 ayat (1) (UU/40/1999) bisa dikualifikasi sebagai delik pers. Ini harus dijawab serta dipahami secara baik oleh kuasa hukum Nurkholis akan perihal kedudukan dari Pasal tersebut.

Iskandar Joisangadji mengemukakan, untuk menanggapi pernyataan kuasa hukum Nurkholis, dirinya coba mengikuti alur kronologis yang dikemukakan oleh kuasa hukumnya melalui pernyataanya ditemukan fakta bahwa saudaranya Wawali Muhammad Sinen bernama Usman Sinen datang ke rumah korban Nurkholis dengan cara intimidasi dengan ancaman verbal agar Nurkholis menghapus opininya itu sudah masuk dalam definisi penyensoran dalam Pasal 1 angka 8 UU Pers.

Kemudian tindakan keponakan Ariyanto Marajabessy datang ke rumah Nurkholis dan melakukan pemukulan di belakang kepala korban Nurkholis itu juga termasuk tindakan kekerasan karena disebabkan Opini Nurkholis tersebut dan sudah ada putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, bahwa Aryanto selaku keponakan Wawali telah terbukti secara sah melakukan penganiayaan terhadap korban Nurkholis.

Lanjut kuasa hukumnya Nurkholis yakni Maharani dengan menyatakan tindakan Wawali Kota Tidore sendiri tanggal 31 Agustus 2022 di ruangan SPKT Polres Tidore, Wakil Wali Kota Tikep Muhammad Sinen yang mengintimidasi dan melakukan kekerasan verbal maupun non verbal dengan cara meremas wajah korban Nurkholis sambil mengatakan ‘Oh ngana ee…ngana ee, Nurkholis tadi kalau saya pe anak yang wakil walikota, saya bunuh pe ngana biar saya masuk bui.

Bagi Iskandar, itu merupakan kronologis peristiwa menurut cerita kuasa hukum Nurkholis yakni Maharani yang belum tentu benar adanya.

“Tapi tidak apalah, saya akan menanggapi sesuai cara berpikir kuasa hukumnya,” kata Iskandar Joisangadji, Jumat (14/10/2022).

Pertama, lanjut Iskandar, fakta ini terbantahkan dengan sendirinya antara keterangan nurkholis dengan kuasa hukumnya sangat kontradiktif. Dimana, Nurkholis pernah mengakui dalam persidangan dengan menceritakan kronologis awal tentang insiden yang berujung penganiayaan ringan. Ketika itu, pada 30 Agustus 2022, dirinya didatangi oleh Usman Sinen, kedatangan Usman itu untuk menanyakan maksud tulisan opini yang ditulis dengan judul Menghirup Debu Batubara Dapat Pahala.

Setelah diberi penjelasan, Usman Sinen langsung meminta agar tulisan opini itu dihapus. Saat itu saya juga bilang ke Usman, tidak menutup kemungkinan kalau di 2024, bapak Wakil Wali Kota (Muhammad Sinen) siap kontrak kerjasama dengan medianya, maka saya citrakan pak Wakil, saya siap. Setelah saya sampaikan itu ke pak Usman, saya langsung hapus tulisan opini itu. Jika pengakuannya seperti ini mana yang disebut dengan ancaman atau intimidasi.

“Nurkholis harus jujur menjelaskan ke kuasa hukumnya biar tidak berbeda,” ujarnya.

Kedua, kuasa hukum Nurkholis keliru jika memandang peristiwa yang dilakukan Ariyanto dihubungkan dengan klien kami kemudian dikonstruksi secara hukum dalam Pasal 18 ayat (1) (UU/40/1999), apakah Ariyanto dituntut dengan Pasal 18 ayat (1), jika tidak bagaimana bisa perbuatan Ariyanto dihubungkan dengan tindakan klien kami dan bagaimana bisa beban pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada klien kami. Kuasa hukum Nurkholis beranggapan jika tindakan Ariyanto itu juga sebagai kekerasan jurnalis lantas dibebankan kepada klien kami, ini kekeliruan hukum.

“Kuasa hukumnya juga menyatakan bahwa tindakan Ariyanto juga telah memenuhi unsur Pasal 18 ayat 1 lantas kemudian dilaporkan, ini lucu, jangan ngacolah, bolehkah seseorang yang telah dihukum dapat dituntut kembali dengan perbuatan yang sama? Bukan kah dalam hukum pidana mengenal prinsip nebis in idem yang terwujud dalam pasal 76 ayat (1) KUHP, perihal ini dikarenakan masalah tersebut sudah diputus dan telah Inkracht Van Gewijsde, juga berlaku Prinsip Res Judikata Pro Veritate Habitur,” jelas Iskandar.

Iskandar juga meminta agar kuasa hukum Nurkholis harus bisa bedakan mana Pasal 352 ayat (1) KUHP dengan Pasal 18 ayat (1) (UU/40/1999). Karena keadaan hukumnya sudah pasti berbeda dan tidak bisa tindakan Ariyanto di kualifikasi masuk kedalam Pasal 18 ayat 1.

Ketiga, Nurkholis melalui kuasa hukumnya menyatakan klien kami telah memenuhi unsur Pasal 18 ayat (1) (UU/40/1999) yang bunyinya Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3).

Pernahkah klien kami melakukan pembredelan? Atau pernahkan klien kami melakukan penyensoran? Jika menurut kuasa hukum Nurkholis yang menurunkan berita itu adalah Usman Sinen dan dapat dimaknai tindakan tersebut merupakan penyensoran, maka coba perhatikan baik-baik secara perlahan-lahan biar bisa dimengerti dengan mudah atas pernyataan Nurkholis yang telah dikemukakan di atas, bisakah dimaknai sebagai penyensoran.

Kemudian apa keterhubungannya dengan klien kami dalam peristiwa ini. bolehkan dalam hukum penyertaan, orang yang tidak melakukan dapat dibebankan pertanggungjawaban. Atau orang yang lain yang melakukan dan orang lain yang diminta pertanggungjawaban.

“Kalau ada maka mungkin ada konsep hukum penyertaan yang baru,” tandas Iskandar. (Red).