TIDORE – Janji politik dari pasangan calon (Paslon) Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tidore, nomor urut dua, Syamsul Rizal Hasdy dan Adam Dano Djafar (SAMADA) untuk membangun Oba mendapat memantik reksi publik.
Sebelumnya, paslon SAMADA memberikan setidaknya tujuh janji politik membangun Oba. Diantaranya, membangun pelabuhan laut dan pelabuhan peti kemas di antra Oba Tengah dan Oba Selatan. Membangun Bandara Internasional di Oba Utara. Membangun stadion besar. Membangun perhotelan. Membangun smelter dan pabrik di Oba Selatan serta membangun ruko dan mall di Oba Utara sebagai pusat perkantoran.
Janji politik dari paslon SAMADA ini dinilai terlalu ambisus oleh pakar ekonomi Maluku Utara, Dr. Muchtar Adam.
Dosen Ekonomi Universitas Khairun Ternate itu menilai, paslon SAMADA, menawarkan gagasan yang cukup ambisius. Dari 6 atau 7 janji politik membangun Oba Halmahera yang bagian dari Kota Tidore.
Beberapa hal, lanjut Muchtar Adam, perlu dipikirkan kembali apakah peta kawasan perkotaan dan pemukiman dapat di bangun dengan perubahan wajah ekonomi dalam 5 tahun kedepan.
“Sehingga janji kepala daerah dapat diwujudkan dengan mempertimbangkan kondisi saat yang eksisting,” kata Muchtar Adam saat dikonfirmasi, Senin (7/10).
Doktor jebolan Universitas Padjadjaran Bandung ini mengemukakan, Halmahera membutuhkan satu pelabuhan peti kemas setelah pergerakan ekspor komoditi tambang terus bertumbuh.
Jika kedepan, ada perubahan struktur ekonomi dari kegiatan ekonomi non tambang Halmahera membutuhkan satu pelabuhan sebagai pergerakan arus barang ekspor impor di kawasan Pasifik yang akan masuk ke Indonesia.
Namun pilihan Oba Selatan perlu di pertimbangkan dengan melihat RTRW Provinsi, sehingga tidak asal menunjuk lokasi untuk kepentingan elektoral dari politisi tapi sulit dicapai.
Pelabuhan peti kemas, menurut Muchtar, tidak hanya mempertimbangkan RTRW Provinsi tapi juga mempertimbangkan arah kebijakan nasional yang dituangkan dalam RPJMN Prabowo.
Sedangkan, pembangunan smelter untuk Pemkot Tidore dengan skema pembiayaan yang bersumber dari APBD Kota Tidore Kepulauan sulit direalisasikan. Karena kapasitas fiskal dan kebutuhan layanan publik Kota Tidore Kepulauan diprediksi 5 tahun kedepan dengan pertumbuhan pendapatan 5 persen per tahun tak akan sanggup menginvestasikan smelter di kawasan Oba jika pilihan Pemkot Tidore Kepulauan untuk membangun smelter.
Terkait janji membangun Bandara Internasional, Muchtar mengatakan,
Oba sebagai ibukota Provinsi yang diwakili Kota Sofifi, membutuhkan kawasan permukiman, perdagangan, jasa, fasilitas kota dan lain-lain, layaknya sebuah kota akan sulit membangun bandara.
Bandara perlu di geser keluar lebih jauh agar menopang pertumbuhan wilayah lain, seperti Kuabang Kao, untuk menggerakkan arus barang dan jasa dari Utara Halmahera ke kota Sofifi.
Seperti Jakarta di Tangerang Provinsi Banten, Hasanuddin Makassar lokasinya di Maros.
“Artinya tak semua bisa di bangun di Oba, karena membutuhkan pergerakan kawasan lain, dan terkait bandara menjadi wewenang Provinsi agar mempertimbangkan kawasan lain dalam satu pulau,” paparnya.
Muchtar menilai, dari enam atau tujuh janji politik SAMADA tersebut, yang paling bisa membangun yaitu hanya kantor Walikota Tidore di Oba. Sedangkan janji lain itu tidak bisa dan sulit terealisasi.
“Jang karena ingin di pilih maka menabur janji yang sulit direalisasikan, karena janji yang disampaikan SAMADA itu ada batas kewenangan, kemampuan fiskal, dan kondisi lainnya,” tandasnya. (Red).